Stigma Perang Pemikiran

Image Source

Satu hal yang perlu dipahami dengan apik. Bahwa Ghazwul Fikri (perang pemikiran) sesungguhnya merupakan garapan dari fungsi kehumasan. Yang mana sebagian dari fungsi kehumasan tersebut adalah pabrik pembohongan publik.

Produk akhir dari Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran) itu adalah lahirnya Stigma dan Eufemisme. Stigma adalah menyematkan tanda negatif. Eufemisme adalah penghalusan istilah untuk membalikkan citra negatif menjadi positif. Stigma buat pihak lain. Eufemisme buat pihak sendiri.

Seperti stigma 'Bom Islam', karena uji coba nuklirnya oleh Pakistan. Namun tidak ada istilah 'Bom Yahudi' meskipun Israel juga menguji coba nuklirnya, dan tidak ada istilah 'Bom Komunis' meskipun RRC juga menguji coba nuklirnya.

Seperti eufemisme 'Citra Terdzalimi', sehingga Zionis yang merampas tanah seakan sedang penuh heroisme membalas. Hingga kita tak lagi mengingat permusuhan mereka dengan nabi dan kecurangan mereka dalam berbisnis.

Image Source

Instrumen utama Perang Pemikiran itu tiga; Media, Militer dan Kampus. Begitu simpul almarhum Ustadz Rahmat Abdullah. Salah satunya saja tersentuh dakwah, beranglah para musuh dakwah.

Media sebagai instrumen dengan fungsi penghantar pikiran.

Militer sebagai instrumen dengan fungsi penekan pikiran.

Kampus sebagai instrumen dengan fungsi penghidup pikiran.

Jadi demikianlah kerja perangnya. Pikiran digerilyakan melalui Media, lalu pikiran ditancapkan oleh Militer, hingga pikiran dilestarikan di Kampus.

Ketiganya bisa saja tidak berurutan. Namun sekiranya Kampus tersentuh dakwah, maka simpul paling mukanya terlepas dan seketika pikiran yang memusuhi dakwah kehilangan lahan persemaian. Begitupun sekiranya Militer tersentuh dakwah, maka simpul tengahnya terlepas dan seketika pikiran yang memusuhi dakwah kehilangan petani yang menyemai.

Adapun sekiranya Media tersentuh dakwah, maka simpul terakhirnya terlepas dan seketika pikiran yang memusuhi dakwah kehilangan angin yang menyebarkan benih.

Ada angin dan petani namun tanpa lahan untuk menyemai benih pikiran. Ada petani dan lahan namun tanpa angin untuk menaburi benih pikiran. Ada lahan dan angin namun tanpa petani untuk mencocoki benih pikiran. Kira-kira begitulah gregetan bin gemesnya para musuh dakwah.

Oleh karena itu wahai saudara-saudaraku sesama muslim, marilah kita berlindung kepada Allah SWT.

image

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
1 Comment
Ecency