Aceh dan Jiwa yang Mati

image
(Sumber ilustrasi : seaaceh.wordpress.com)


Kematian terus melanda perpolitikan Aceh, kematian pikiran, kematian kesadaran, kematian seluruh aspek kehidupan. Kehidupan normal telah lama hilang dalam keseharian masyarakat, karena itu telah ditelan moncong senjata dan tercerabut oleh runcingnya timah panas.
Itu semua pada akhirnya selesai dengan pengagungan terhadap kemanusiaan itu sendiri setelah manusia mengalami pengurangan martabatnya.
Kematian pada kala itu telah membentuk dromologi pemikiran manusia lain untuk menyudahi segala bentuk dominasi binatang dalam bingkai institusi. Kematian pada kala itu juga menjadi penyokong dan pendorong agar tidak ada lagi kematian-kematian lainnya.
Tetapi kematian itu tidak mau ditinggalkan, ia terus menjadi realita politik yang menghiasi segala sudut makna kehidupan.
Kematianlah sekarang yang mengendalikan politik umat korban perang di Aceh. Kematianlah yang menginginkan situasi menjadi seperti di alam barzah. Pemikiran pemerintah yang mati telah mereproduksi kebencian tersembunyi dan menghegemoni orang-orang.
Sekumpulan manusia yang tidak mampu mengendalikan kebimbangannya disebabkan oleh tulinya Pemerintah terhadap perbaikan nilai manusia itu sendiri.
Janji untuk memperbaiki malah menyakiti, janji untuk mengobati malah melukai, janji untuk melindungi malah mengebiri. Aceh sudah mati, Tuhan telah berlari.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
4 Comments
Ecency