Apa Yang Terpikirkan Setelah Mereka Tiada

CD912CD6-925A-4059-B9A4-799D918EF321.jpeg

Dulu, ketika aku membaca satu-satu nama di gambar ini, aku hanya berpikir, "mereka sudah pulang lebih dulu, yah mungkin memang begini jalannya." Lalu aku berpaling masuk ke bilik lain.

Namun ketika aku membaca nama-nama dalam sebuah daftar dua minggu yang lalu, nama-nama yang ku kenal, salah satunya bahkan ku todong nomor hape agar lebih mudah berkomunikasi, aku membacanya dengan panas dingin. Mereka itu teman yang ku kenal.

Hal ini menambahkan pelajaran lagi pada manusia yang masih bisa bernafas bahwa WAKTU menjadi hal yang sangat tidak boleh disia-siakan.

Banyak yang berkata, "nggak nyangka ya padahal baru aja kemarin bla bla bla..." Lalu sekarang kita tak lagi bisa melihatnya tertawa, tak bisa lagi kita tanyai kabar, lebih sedih lagi... tak bisa kita ziarahi kuburnya.

Mereka bukan teman akrabku namun aku merasakan sakitnya 'kehilangan dengan cara menyakitkan'. Kata 'padahal' menjadi sering muncul saat mengingat nama-nama itu. "Mungkin memang sudah begini jalannya" menjadi begitu berat terpikirkan. Apakah memang begini jalannya? Apakah memang qadarullah seperti ini? Saat itulah manusia diuji, apakah telah memanfaatkan kelebihannya selama ini sebagaimana makhluk yang bisa berpikir dan terlebih lagi sebagai makhluk beragama. Jangan lupa kalau Allah bisa cabut nyawa kita kapan saja namun bisa dengan cara yang kita minta karena cepat atau lambat akan tiba saatnya untuk kita juga berpulang.

Akan seperti apa aku mati kelak? Menjadi pertanyaanku sebelum tidur. Namun dikabulkan atau tidak, aku terus meminta untuk dimatikan dalam keadaan syahid ataupun khusnul khotimah. Ketinggian? Riya'? Entahlah, aku cuma ingin teman-teman yang membaca ini menjadi lebih peduli pada hari akhir dirinya sendiri. Jangan ragu, mintalah hal serupa karena hanya Allah tempat mengadu dan meminta.

foto (Dokumen pribadi)
banner.png

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now