Luka Maluku, Duka Hasan Tiro

image

(Sebuah Tragedi May Day di Sudut Kota Värnamo)

Hari itu, komunitas masyarakat Aceh yang mendapatkan suaka politik di Eropa berkumpul di Stockholm. Tahun 1985 ini adalah masa gencar-gencarnya kelompok Hasan Tiro melakukan manuver di dunia internasional. Ibukota Swedia ini memang telah menjadi pusat pergerakan baru sejak beberapa tahun terakhir setelah diburu di tanah kelahirannya. Hari Buruh atau yang dikenal dengan May Day menjadi salah satu instrumen dalam mengampanyekan situasi Aceh di mata dunia.

Hari buruh internasional yang diperingati dunia pada 1 Mei tidak pernah mereka sia-siakan untuk menuntut hak dan menyampaikan aspirasinya. Tahun ini hari buruh terasa spesial bagi mereka karena juga ikut disemarakkan oleh rombongan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipimpin oleh J.A Manusama. Ini adalah kali perdana RMS memeriahkan aksi yang diprakarsai oleh Atjeh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). Sebagai bentuk balas jasa kini mereka datang langsung dari Belanda yang selama ini menjadi basis pergerakannya. Sejak tiga tahun terakhir Hasan Tiro rutin mendelegasikan rombongannya untuk menghadiri undangan mereka di Belanda, di dalamnya turut serta rombongan dari Papua dan Timor Timur.

Di bawah langit gelap yang diselimuti awan hitam kesedihan, Hasan Tiro tertegun pasalnya sehari sebelum demonstrasi May Day ia menerima kabar terkait terjungkalnya bus yang ditumpangi oleh rombongan RMS ke dalam jurang di sudut kota Värnamo. Hasan Tiro dan beberapa petinggi lainnya segera bergerak menuju tempat kejadian yang menyedihkan itu. Sampai disana dilihatnya pemuda-pemuda dan orang tua dari Maluku itu berbalut perban. Dua di antara mereka terpaksa harus dirawat di rumah sakit.

Beberapa hari sebelumnya, RMS baru saja melaksanakan acara tahunannya memperingati 35 Tahun Proklamasi Kemerdekaan di Kota Den Haag.
Upacara Lustrum ke-7 ini juga dihadiri oleh delegasi Aceh yang diwakili Zaini Abdullah serta dari Papua dan Timor Timur yang masing-masingnya diwakili oleh D.A. Kereway dan Jacob Xavier. Setelah program perayaan Lustrum ke 7 ini selesai dilaksanakan, rombongan RMS segera berangkat menuju Stockholm. Tak disangka perjalanan solidaritas ini akan berakhir memilukan.

Rasa gelisah bercampur haru merasuki jiwa Hasan Tiro, lalu dituangkannya dalam isi pidato di keesokan harinya. Ia sangat terharu ketika ada bangsa yang rela mempertaruhkan darahnya untuk perjuangan Aceh. Maka untuk menebus pengorbanan ini dengan lantang Hasan Tiro berkata dalam pidatonya;

"Tidak ada hadiah yang lebih berharga dari hadiah darah, sebab darah itu adalah zat dari pada hidup yang paling berharga, yang tidak dapat dibohongi dan tidak dapat didustai. Darah lebih berkuasa dari pedang, lebih berharga dari uang, sebab padanya bertumpu segala yang hidup, dan dengan tiadanya semua akan mati."

Bagi Hasan Tiro, darah panas berwarna merah yang keluar dari tubuh orang Maluku adalah siraman kekuatan dan tak pernah bisa untuk dilupakan, karena sesuatu yang benar-benar berharga hanya bisa dibeli dengan darah. Oleh sebab itu hadiah darah yang dipersembahkan oleh orang Maluku hanya bisa dibayar dengan darah. Dengan begitu apa yang terjadi di Värnamo adalah bukti bahwa betapa eratnya hubungan persaudaraan dan solidaritas Aceh dengan Maluku.

Hasan Tiro orang yang tau apa arti dari hadiah darah. Karena darah baginya adalah zat hidup yang sangat berarti. "Semua yang kekal, yang tahan lama dalam kehidupan dan kebudayaan bangsa-bangsa diukur dengan darah. Darahlah yang menentukan segala-galanya. Apa yang dapat diperoleh dengan tidak perlu dibayar dengan darah adalah tidak berarti dan tidak berharga". Tatkala darah sudah dihadiahkan maka darah pula yang mampu membalasnya, karena darah harus dibayar dengan darah!

Di sela-sela pidatonya Hasan Tiro menyitir perkataaan Nietzsche dengan berapi-api. "tulislah sejarahmu dengan darah sebab sejarah yang tertulis dengan darah akan terbang menjelmakan dirinya. Sebab itu siapa yang takut menumpahkan darah musuhnya, dan takut ditumpahkan darahnya oleh musuhnya, tidak ada urusan dalam perjuangan kemerdekaan dimana uangnya adalah darah dari permulaan sampai ke akhirnya!"

Yogyakarta, 1 Mei 2018

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
15 Comments
Ecency