Hallo sahabat Hiver ๐๐
Sejak pandemi covid-19 melanda, kita diharuskan untuk stay at home. Yang biasanya kerja di rumah, kini work from home, yang tadinya belajar di sekolah, kini belajar daring. Semua kebiasaan berubah dan kita mau gak mau harus cepat menyesuaikan. Pastinya hal yang sulit ya, seolah kebebasan kita terganggu. Tapi demi mencegah penularan virus covid-19 kita harus menjalaninya.
Sebagai orang yang suka beraktifitas di luar rumah, saya agak kebingungan seharian berada di rumah. Jenuh dan bosan pun melanda. Hingga menanam tanaman menjadi salah satu obat bosan saya selama stay at home. Karena saya "raja" sambal, jadi saya mencoba menanam tomat. Tomat yang saya tanam adalah tomat rampai. Rampai ini tidak kami jumpai di Medan dan Aceh. Kebanyakan yang di jual di sini adalah tomat buah. Akhirnya saya meminta kakak saya mengirimkan bibit rampai dari Kalianda.
Cerita ini saya buat untuk kenangan bahwa saya pernah berhasil menanam rampai. Saya bukanlah orang yang ahli di bidang pertanian. Jadi jangan ikuti tata caranya ya, karena saya tidak mengikuti aturan menanam rampai yang benar.
Rampai
Di Lampung, tomat rampai digunakan untuk sambal terasi. Rampai atau orang Kalianda menyebutnya dengan mendikha, tumbuh subur di Lampung. Kami biasa memetik rampai yang tumbuh liar di kebun atau di halaman rumah. Rampai ini bentuknya bulat kecil-kecil dan airnya banyak. Cocok sekali dipakai untuk membuat sambal terasi. Menurut Wikipedia, rampai atau nama ilmiahnya solanum pimpinellifolium berasal dari Ekuador dan Peru. Tomat ini dikenal juga dengan nama tomat kismis atau mucikari.
Baca juga : Wisata Sawah Lukis
Panen Rampai atau Mendikha
Begitu rampai sampai di rumah, rampai saya semai. Tak sampai satu minggu, bibit rampai pun tumbuh. Setelah 2 minggu, saya memindahkannya dalam polybeg. Maklumlah, saya tinggal ngontrak di rumah bedeng, jadi gak punya pekarangan atau lahan. Polybeg yang berisi bibit rampai saya bariskan di lorong jalan di depan rumah. Jumlahnya +- 60 pohon. Sayangnya lokasi penanaman kurang sinar matahari, jadi sebagian saya pindahkan ke kebun mini milik ibu kontrakan. Tanaman saya biarkan saja tumbuh apa adanya. Terkadang saya memberinya NPK dan kadang saya siram dengan air rendaman kulit bawang. Keduanya sebagai pupuk tanaman. Makin lama pohon rampai tumbuh membesar dan mulai berbunga. Beberapa tanaman ada yang terkena hama berupa binatang putih di bawah daun. Ada juga yang keriting macam terbakar. Meski terlambat saya memberi obat semprot hama dari toko tanaman.
Ahirnya setelah 4 bulan, saya bisa panen tomat rampai. Tidak banyak pohon yang berhasil berbuah, tetapi dari hasil panen ini, kami bisa memberi tetangga rampai hasil panen. Dan pastinya saya kembali bisa merasakan sambal rampai khas Kalianda, tanpa harus pulang kampung.
Kamis, 15 Juli 2021
Tetap sehat supaya kita bisa makan-makan enak
Kaki Lasak : Food Blogger
Follow Me :
Steemit :Kaki Lasak
Blog/Website : Kakilasak.com
Facebook Husaini Sani
Instagram kaki lasak
Youtube Chanel : Kaki Lasak TV
Whatsapp +6282166076131