Pemberangkatan Jamaah Haji di Pelabuhan Tanjung Priok, 1938

Pemberangkatan Jamaah Haji di Pelabuhan Tanjung Priok, 1938. Spaarnestad..jpg

Pada awalnya praktik ibadah haji orang-orang Islam di Hindia Belanda hanya dianggap sebagai peluang bisnis semata oleh orang-orang Belanda. Mereka menyediakan kapal-kapal layar untuk mengangkut para jamaah haji ke Mekkah. Tidak banyak orang Islam di Hindia Belanda yang sanggup beribadah haji ke Mekkah karna mahalnya biaya perjalanan dan waktu tempuh yang lama, karena itu para haji yang pulang dari Mekkah ini statusnya menjadi elit di masyarakat karena jarang dan dianggap orang saleh. Status elit tersebut menjadikan para haji ini memiliki pengaruh di masyarakat.

Ketika VOC bangkrut pada 1800 dan Belanda membentuk pemerintahan kolonial di Hindia Belanda peran para haji ini mulai diwaspadai oleh pemerintah karena dianggap dapat menghasut rakyat untuk melawan pemerintah. Karena itu lah pada tahun 1825 pemerintah kolonial mengeluarkan Ordonansi Haji yang mempersulit syarat-syarat orang untuk berangkat haji. Perang Jawa dan pemberontakan kaum Paderi di Sumatera yang dimotori oleh pemuka agama dan haji makin membuat pemerintah kolonial khawatir terhadap keberadaan para haji tersebut.

Untuk mengontrol gerakan para haji ini akhirnya pemerintah kolonial Belanda memberikan gelar haji kepada orang-orang yang pulang dari ibadah haji di Mekkah. Tujuannya untuk mempermudah pengawasan bila terjadi pemberontakan di suatu wilayah. Pasti para haji yang lebih dulu akan diciduk pemerintah.

Gelombang jamaah haji asal Hindia Belanda makin banyak setelah ditemukannya teknologi kapal uap, perjalanan laut yang sebelumnya menggunakan kapal layar sekarang bisa makin cepat dengan kapal uap. Para jamaah haji biasanya berangkat dari kampungnya masing-masing menuju stasiun kereta api terdekat, lalu melanjutkan perjalanan dengan kereta api ke pelabuhan terdekat, baru berangkat dengan kapal menuju Mekkah. Persis seperti yang dapat kita saksikan di film Sang Pencerah ketika menggambarkan perjalanan ibadah haji KH. Ahmad Dahlan.

Dan benar, para haji membawa perubahan ketika kembali ke kampung halamannya. Seperti KH. Ahmad Dahlan yang membawa gerakan pembaruan Islam ketika pulang dari Mekkah dan mendirikan Muhammadiyah, yang mendobrak tatanan lama di masyarakat dan menjadi salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia dan dunia saat ini.

Foto diatas memperlihatkan suasana di Pelabuhan Tanjung Priok, Batavia pada saat keberangkatan jamaah haji ke Mekkah pada tahun 1938, atau 4 tahun menjelang invasi Jepang yang mengakhiri riwayat pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Foto: Spaarnestad

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
Join the conversation now