Intan Payong

image

Terus terang saya terusik dengan pertanyaan siapakah sosok Intan Payong itu? Dan makin terusik ketika ada yang menyelidikinya, apalagi sampai melibatkan intel antar bangsa.

Apa mereka tidak paham dengan adagium "cogitationis poenam nemo patitur." Nggak bisa dong masalah privasi saya diseret ke timbangan hukum. Hanya hati saya yang berhak menjadi hakim atas pikiran, perasaan dan tindakan di wilayah privasi saya.

Lagi pula, untuk apa mereka mengukur kesucian saya dengan meteran lahiriah mereka? Apa penampilan mencerminkan tingkah laku? Tidak ada jaminan kan! Jadi, stop menarik urusan privasi saya dengan Intan Payong. "Jika iya apa urusan, jika tidak palak? Apa urusan kaum penegak moral, apa saya tidak bermoral, lalu mereka bermoral, gitu!"

"barba non facit philosophum”

image


Tapi, dari hati terdalam saya pula, saya mulai menyadari bahwa tidak ada tindakan yang terlepas dengan tindakan lainnya. Renungan ini setelah saya ikuti kasus aliran uang korupsi dari Sutan Bhatoegana, Joko Susilo, Ahmad Fathanah, Al Amien Nasution, Widjanarko Puspoyo, dan Luthfi Hasan Ishaaq kepada Intan Payong mereka.

Saya juga jadi teringat kasus dua jenderal Amerika Serikat dicopot dari posisinya. Mereka dituduh melanggar disiplin karena melakukan hubungan dengan Intan Payong masing-masing serta negoisasi kontrak pengadaan helikopter militer secara tidak sah.

image

Jika di negeri kafir saja standar moral bisa terkait dengan tindakan maka mestinya di negara State of Blockchain juga lebih dari itu. Saya sebagai salah seorang "geuchik" harusnya tidak boleh menjadikan daya tarik yang sedang ada pada diri saya sebagai medium untuk memenuhi kepentingan pribadi saya.

Untung saja sosok Intan Payong hanya tokoh imajinasi, jika benar adanya gimana ya. Ka habeh loen. Bacalah dengan sedikit senyum sebab artikel ini juga dikemas dalam nuansa humor philosofis. []

Foto Free by Unsplash

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
16 Comments
Ecency