2018, Era Kebangkitan Generasi Baru Literasi Aceh

image
Source

Berabad lalu ulama-ulama Aceh sangat akrab dengan dunia literasi. Mereka menuangkan pemikirannya di atas kertas sehingga menjadi sebuah kitab. Sebut saja Syekh Isma’il bin Abdul Muthalib Al-Asyi, pengarang Tajul Muluk. Kitab ini diperjualbelikan di Mesir. Kemudian ada kitab Bidayah al-Hidayah, syarah matan Ummul Barahin, yang dikarang Syekh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin.

Ulama Aceh lainnya yang mengarang kitab yakni Arif Billah Syeikh Abdullah (Syifaul Qulub), Syeikh Muhammad (Dawaul Qulub), dan masih banyak lainnya. Keseriusan mereka menulis memberikan generasi sekarang mengkaji pemikiran dan memanfaatkan keilmuan mereka.

Beberapa dekade terakhir literasi di Aceh memudar. Sedikit sekali penulis-penulis di Aceh muncul ke permukaan. Hal ini dapat dimaklumi mengingat Aceh dirundung konflik berkepanjangan. Namun sekarang, bukti kebangkitan generasi baru literasi dilihat dari semakin banyaknya nama-nama baru penulis Aceh.

Pada 2018, semangat literasi semakin bergelora. Pembangkitnya adalah komunitas baru pecinta dunia tulis menulis. Lihat saja dengan berkembangnya Forum Aceh Menulis (FAMe) di berbagai daerah seperti di Banda Aceh, Aceh Jaya, Pidie Raya (Pidie dan Pidie Jaya), Lhokseumawe, dan diprediksikan mencakup seluruh kabupaten/kota se-Aceh. Kemajuan FAMe tidak akan pernah tercapai tanpa kehadiran sosok @yarmendinamika. Redaktur Pelaksana Serambi Indonesia ini disebut Kamus Bahasa Indonesia berjalan. Di FAMe, ia terus memaju pembelajar menggunakan bahasa tutur dan tulis Indonesia yang benar.

Semangat berliterasi kian bertambah dengan hadirnya steemit, sebuah platform bersistem blockchain yang mampu memberikan reward kepada penggunannya. Bahkan dua kurator Indonesia merupakan orang Aceh yaitu @aiqbrago dan @levycore. Masyarakat awam yang tidak tahu bagaimana caranya menulis terpacu mempelajarinya. Salah satu tokoh paling berpengaruh di steemit adalah @rismanrachman.

Saya melihat bahwa dampak FAMe dan steemit saling berkaitan satu sama lainnya. FAMe sebagai wadah belajar menulis, sedangkan steemit wadah mempraktekkannya. Apalagi kini @yarmendinamika dan @rismanrachman berkolaborasi secara intens menciptakan atmsofer generasi baru literasi Aceh.

Apalagi, baru-baru ini, Yarmen Dinamika dan Risman A Rachman berinisiatif untuk membuat media online Komunitas Literasi Aceh (KLA) yang terhubung dengan Steem blockchain agar seluruh kreator konten/penulis di Aceh dapat melakukan monetisasi langsung melalui website KLA.

Dalam tulisan sebelumnya saya juga telah memaparkan bahwa apalagi semangat ini terus dipacu, steemian yang juga anggota FAMe berpeluang besar menghasilkan buku berkualitas bersumber dari tulisan-tulisan di steemit. Kunci kesuksesan penulis adalah banyak membaca.

Penulis yang hebat adalah pembaca yang lahap.

(Baca ini: https://steemit.com/book/@furqanzedef/steemit-buku-diari-digital-yang-dapat-dibukukan-7bbde0270aea)

Hal itu bukan impian belaka. Sebagian dari steemian memang sudah berkomitmen melahirkan buku dengan cara seperti ini. Yang paling penting sekarang adalah menjaga semangat itu. Teladan sudah ada, yaitu para ulama Aceh yang menghasilkan karya luar biasa di saat mereka kekurangan fasilitas dibandingkan kita sekarang.

Semua bisa menulis kecuali yang tidak mau!

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
15 Comments
Ecency