Ranub atau sirih

Budaya makan ranub hidup di Asia Tenggara khususnya Aceh yang terletak di Indonasia. Pendukung budaya ini terdiri dari berbagai golongan, meliputi masyarakat bahwa pembesar negara, serta kalangan istana. Dari sumber-sumber yang ada dapat dikemukakan bahwa tradisi makan ranub merupakan warisan budaya masa silam, lebih dari 3000 tahun yang lampau, hingga saat ini. Apabila kita menengok masa lalu, orang tua kita mempunyai tradisi “makan sirih” atau “menyirih” Ranub yang didalamnya berisi biji pinang, gambir dan sedikit kapur ranub diyakini mampu memperkuat gusi pada gigi. Bagi masyarakat Aceh, ranub memiliki nilai yang tinggi dan berperan penting khususnya pada upacara pertunangan dan perkawinan pada masyarakat Aceh.

Bentuk ranub adat dalam perkawinan masyarakat Aceh yang masih berkembang saat ini adalah ranub batee (ranub ini terdiri dari ranub meususon dengan ranub mameh), Susunan ranub tidak ditentukan, namun kreasi kita sendiri, rangkaian-rangkaian ranub disesuaikan dengan acara yang akan diselengarakan seperti rangkaian ranub pada tahap pertunangan dengan upacara perkawinan/resepsi perkawinan (ranub batee dan ranub kreasi) sedangkan tahap lamaran cukup dengan ranub batee. Ranub yang dibawakan saat intat linto ialah ranub yang dikreasikan menyerupai seperti kupiah Teuku Umar dan ditambahkan sedikit bunga-bunga segar yang disebut ranub Teungkulok Teku Umar dan ranub batee sebagai ranub pendamping atau ranub yang akan ditukarkan dengan anggota keluarga dara baroe. Sedangkan ranub kreasi yang dibawakan oleh mempelai dara baroe pada upacara tueng dara baroe ialah ranub yang dikreasikan seperti sebuah bunga dan ditambahkan sedikit bunga-bunga segar dan ranub batee. Ranub ini disebut ranub bungong. Masing-masing ranub dirancang sedikit mewah dibandingkan dengan ranub-ranub di acara-acara lainnya. Bentuk-bentuk ranub banyak sekali ragam dan kreasinya.

H2
H3
H4
3 columns
2 columns
1 column
8 Comments
Ecency